Patung Kuda Simbol Kadipatenn Jipang
Petilasan Kadipaten Jipang Panolan terletak di Desa Jipang Kecamatan Cepu kurang-lebih 45 Km disebelah Tenggara kota Blora. Petilasan ini merupakan peninggalan sejarah dan adat budaya Kerajaan Pajang. Terkenal dengan sebutan Kadipaten Jipang Panolan yang berkedudukan di Desa Jipang Kecamatan Cepu dan berada di pinggiran Bengawan Solo.Adipati Jipang Panolan yang terkenal bernama Arya Penangsang.
Diberi nama Arya Penangsang karena pada waktu itu ayahnya yang bernama Pangeran Seda Lepen berperang melawan Sunan Prawata setelah sembahyang Jum’at di tepi bengawan sore dengan menggendong bayinya. Pangeran Seda Lepen pun tewas ditusuk Kyai Setan Kober. Sementara di sampingnya, anaknya yangtemangsang (tersangkut) di pinggir bengawan dipungut oleh Sunan Kudus. Karena anak itu temangsang di bengawan, maka oleh Sunan Kudus diberi nama Arya Penangsang.
Setelah Raden Patah berhasil
meruntuhkan negara Hindu-Jawa Majapahit, segera ia menyempurnakan pembentukan
negara Islam Demak, yang pembangunannya telah dimulai pada tahun 1475 ( Prof.
Dr. Slamet Muljana,2005:193). Sehingga beralihlah kekuasaan Majapahit ke Demak.
Ia memusatkan perhatiannya pada pembangunan negara Islam di Demak, dengan Demak
sebagai pusatnya.
Ketika Raden patah wafat (tahun
1518), Pati Unus menggantikannya menjadi Sultan, tetapi 3 tahun kemudian iapun
meninggal. Ia terkenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor.
Penyerahan tahta kerajaan mengalami
kesulitan karena Pati Unus meninggal tanpa meninggalkan putra. Para putra Raden
Patah mulai berebut kekuasaan. Raden Kikin alias Pangeran Seda Lepen lebih tua
daripada Trenggana, tetapi ia lahir dari istri yang ketiga, sedangkan Trenggana
lahir dari istri pertama.
Petilasan Aryo Penangsang |
Sultan Trenggono wafat atas
perlawanannya dengan Portugis di Pasuruhan. Ini terjadi pada tahun 1546 (Drs.
Edy Purwito, Drs. Kuswanto, Drs. Suparman, 1994: 158). Wafatnya Sultan
Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat. Negeri-negeri bagian
(kadipaten) masing-masing melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan
pemerintahan pusat di Demak. Di Demak sendiri para ahli waris saling berebut
tahta sehingga timbullah perang saudara yang hebat.
Setelah Sultan Trenggana wafat,
kekuasaan tidak diberikan kepada keturunan Raden Patah tetapi kepada menantunya
yang bernama Hadiwijaya. Menurut babad dan Serat Kandha, sesudah
meninggalnya Sultan Trenggana, saudara laki-lakinya, Pangeran Seda Lepen,
dibunuh atas perintah Susuhunan Prawata. Abdi-abdi pangeran tua itu kemudian
membunuh orang yang telah menewaskan majikannya itu (Babad Tanah Djawi, jil.IV,
hlm. 12 danSerat Kandha, Codex Lor 6379, jil. 9). Seda Lepen (meninggal
di sungai) adalah nama pangeran itu, yang diberikan sesudah ia meninggal.
Arya Penangsang
tidak terima atas kematian ayahnya. Dia merasa sakit hati karena hak yang
seharusnya milik dia dan ayahnya telah dilangkahi oleh Sultan Trenggana.
Kejengkelannya bertambah besar ketika ia mengetahui bahwa Pangeran Prawata,
sebelum menjadi susuhunan yang keramat, memerintahkan pesuruhnya, Surayata,
membunuh ayah Arya Penangsang, Pangeran Seda Lepen, ”sewaktu pulang dari
sembahyang Jum’at”.
Jadi, Prawata tidak hanya merebut
kedudukan, yang menurut hak harus diwariskan kepada Arya Penangsang, tetapi
juga menyuruh orang membunuh ayah Arya Penangsang. Maka, mudah dimengerti jika
sejak itu Arya Penangsang akan menggunakan jalan apa pun, tidak hanya untuk
membalas dendam, tetapi juga merebut kekuasaan. Karena itu, ia berusaha agar
semua keturunan dan kerabat Sultan Trenggana yang bisa menuntut hak untuk turut
memimpin negara dihancurkan, terutama yang berkerabat paling dekat. Dalam hal
ini ialah putra-putri dan para menantu Sultan Trenggana, yakni Pangeran (Sunan)
Prawata, Pangeran Kalinyamat dan akhirnya Raden Jaka Tingkir, Raja Pajang yang
juga kawin dengan salah seorang putri Trenggana.
Setelah menerima anjuran Sunan
Kudus, Pangeran Arya Penangsang mengirim salah satu seorang penjagakeputren,
Rangkud, untuk membunuh Sunan Prawata. Di Prawata, Rangkud menemukan Raja dalam
keadaan sakit bersandar pada permaisurinya. Sunan bertanya,”Siapakah kau ini?”.
Dan tanpa rasa malu Rangkud memberitahukan maksud kedatangannya yang dijawab
Sunan,”Silakan, tetapi biarlah aku sendiri saja yang kau bunuh ......” Rangkud
menjawab dengan satu tusukan menusuk Raja dan permaisurinya sekaligus. Dengan
kekuatan yang masih tersisa, Sunan yang hampir tewas itu melemparkan kerisnya,
Kiai Betok, pada pembunuh itu. Kulit Rangkud tergores sedikit (menurutSerat
Kandha : kakinya). Tetapi, goresan sebuah keris sakti cukup membuat
penjahat itu tewas. Sunan Prawata dan permaisurinya pun tewas.
Arya Penangsang membunuh Sunan
Prawata untuk balas dendam karena jika Pangeran Seda Lepen tidak dibunuh, maka
beliaulah yang berhak menggantikan kedudukan Raden Patah sebagai Raja Demak.
Dengan demikian dialah yang kelak berhak mewarisi tahta dinasti Kerajaan Demak,
karena dia keturunan laki-laki dari anak laki-laki Raden Patah.
Kerabat Keraton Sowan di Petilasan Aryo Penangsang |
Saudara perempuan Sunan Prawata,
Ratu Kalinyamat, tidak tinggal diam atas pembunuhan terhadap kakaknya. Karena
tidak tahu bahwa Sunan Kudus juga terlibat dalam pembunuhan itu, maka ia pergi
bersama suaminya menghadap tokoh keramat ini untuk meminta pengadilan, tetapi
tidak diperolehnya secara memuaskan. Dalam perjalanan pulang keduanya diserang
oleh para abdi Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat terbunuh. Adapun Arya
Penangsang juga membunuh Pangeran Kalinyamat karena beliau juga merupakan
ancaman bagi dirinya untuk meraih haknya atas tahta Kerajaan Demak.
Hal ini karena di samping beliau
orangnya cakap, bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat, walaupun seorang perempuan juga
sangat cakap. Terbukti sepeninggal suaminya, (Pangeran Kalinyamat), beliau
menjadi pusat keluarga Demak yang sudah tercerai berai. Beliaulah yang mengasuh
dan mengurusi seluruh keluarga. Selain itu, walaupun hanya seorang janda,
beliau mampu merajai kota pelabuhan Jepara dengan sukses.
Sebagai protes terhadap kelakuan
Arya Penangsang, janda Pangeran Kalinyamat bertapa telanjang di gunung
Danaraja. Hanya rambutnya yang terurai yang menjadi pakaiannya (H.J. De Graaf,
1985:37). Ia tidak akan berhenti bertapa sebelum Arya Penangsang Jipang berhasil
dibunuh. Nyi Ratu Kalinyamat mengundangkan sayembara: barang siapa dapat
membunuh Arya Penangsang Jipang, akan menerima segala harta benda miliknya,
daerah Prawata dan Kalinyamat. Nyi Ratu Kalinyamat sanggup menyerahkan dirinya
kepadanya. Kabar itu didengar oleh Jaka Tingkir. Karena Nyi Ratu Kalinyamat
adalah iparnya, maka Jaka Tingkir sanggup membalaskan kematian Pangeran
Kalinyamat.
Kebetulan waktu itu Arya Penangsang
dan Hadiwijaya dipanggil menghadap Sunan Kudus untuk mewariskan ilmu yang terakhir.
Diceritakan, Arya Penangsang datang terlebih dahulu dulu ke Kudus, sebelum
Hadiwijaya datang ke sana. Sunan Kudus berpesan, jangan sampai Arya
Pennagsang menduduki kursi yang sudah ia taburirajahkalacakra, sebab
siapa saja yang duduk di kursi tersebut, dia akan nemoni apes (menemui
kemalangan).
Hadiwijaya kemudian datang ke
kediaman Sunan Kudus. Arya Penangsang mempersilahkan Hadiwijaya duduk di kursi
yang sudah ditaburi rajahkalacakra. Namun Hadiwijaya menolak hingga
akhirnya Arya Penangsang jengkel dan ia menduduki sendiri kursi yang sudah
ditaburi rajahkalacakra.
Kemudian terjadi adu mulut antara
Arya Penangsang dan Hadiwijaya. Arya Penangsang merasa panas ketika Hadiwijaya
mengejek Kyai Setan Kober miliknya. Menurut Hadiwijaya pusaka itu hanya pantas
untukcuthik enjet (pengungkit enjet untuk menginang) atau iris-iris (mengiris-iris)
brambang. Ketika keduanya memanas Sunan Kudus berteriak,”Wrangkakna (Sarungkan)
pusakamu”. Baik Hadiwijaya maupun Arya Penangsang menurut. Kemudian Hadiwijaya
pulang ke Pajang. Ternyata kata Wrangkakna yang diucapkan
Sunan Kudus mempunyai maksud untuk menyuruh Arya Penangsang agar menusukkan
Kyai Setan Kober ke dada Hadiwijaya. Karena Arya Penangsang sudah menduduki
kursi yang ber- rajahkalacakra, Sunan Kudus memberi penyelesesaian
agar Arya Penangsang berpuasa 40 hari.
Petilasan Aryo Penangsang |
Sementara itu Jaka Tingkir atau
Hadiwijaya telah mengumumkan akan menghadiahkan tanah Pati dan Mataram kepada
barangsiapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsang, tetapi tidak seorang pun
yang berani. Sementara di rumah Kiai Gede Pemanahan. Atas nasihat Ki Juru
Martani, yang mengemukakan rencananya yang cerdik, Kiai Gede Pemanahan dan Ki
Panjawi maju menawarkan diri. Tanpa bantuan orang lain kecuali keluarganya
sendiri, Kiai Gede Pamanahan berjanji akan melakukan perlawanan. Setelah itu
pasukan mereka berbaris menuju Caket dengan kekuatan 200 orang.
Di sana mereka menangkap perumput
dari istana Panangsang yang sedang mencari rumput untuk kuda Gagak Rimang.
Dengan imbalan 15 rial satu telinga perumput itu diiris, sedangkan pada telinga
lainnya diikatkan surat tantangan yang bernada ejekan. Dalam keadaan
demikianlah perumput yang malang itu kembali ke istana. Perumput itu sampai
istana ketika Arya Penangsang sedang menunggu waktu berbuka puasa terakhirnya
yang beberapa jam lagi selesai.
Namun atas kedatangan surat
tantangan dari Hadiwijaya yang berisikan kalau memang Arya Penangsang berani,
ia ditunggu di Bengawan Sore dan ditantang untuk berperang tanding satu lawan
satu. Patih Metaun berusaha menahan Arya Penangsang untuk tidak pergi dan
menunggu sampai puasanya benar-benar berakhir. Kedatangan perumput yang
teraniaya beserta surat penghinaan itu memang benar-benar membuat marah Arya
Penangsang yang baru saja duduk di meja makan. Karena marahnya, tangannya yang
sedang mengepal nasi memukul piringnya sampai pecah.
Kakaknya, Aria Mataram, berusaha
meredakannya. Tetapi, Arya Penangsang sudah lari menghilang di atas kuda Gagak
Rimang, sambil melecutnya sekeras-kerasnya. Sementara itu, Ki Mataun yang sakit
asma mengikutinya dengan napas terengah-engah dan tidak dapat menyusulnya.
Dengan gagah dan berani Arya
Penangsang yang sedang menunggang kuda telah berada di pinggir Bengawan Sore.
Arya Penangsang menyerukan kata-kata ejekan dan tantangan. Rupanya ia tidak
sadar, emosi tela manutup ingatan atas pesan Sunan Kudus bahwa siapa saja yang
mrnyrberangi sungai itu akan kalah dalam perangnya. Semula Arya Penangsang
mengira bahwa yang akan ditandinginya adalah Hadiwijaya. Namun ternyata yang ia
jumpai disana adalah putra dari Kyai Gede Pamanahan yang bernama Sutawijaya.
Sutawijaya melindungi dirinya dengan bersenjatakan tombak Kyai Plered yang
merupakan salah satu pusaka dari kerajaan Demak.
Sementara itu dengan taktik
liciknya, Ki Juru Martani melepaskan seekor kuda betina yang sudah dibersihkan
bulu-bulu disekitar kemaluannya. Hal ini ia lakukan untuk memancing kuda Gagak
Rimang Arya Penangsang yang sedang dalam masa birahi. Setelah kuda betina
tersebut dilepas, kuda jantan Arya Penangsang menjadi liar. Arya Penangsang pun
terjatuh dari kudanya. Sutawijaya yang telah siap segera menombak perut Arya
Penangsang dengan tombak Kyai Plered. Tombak yang sakti itu seketika merobek
perut Arya Penangsang sampai ususnya tertarik dan keluar dari perut.
Dalam keadaan yang sudah parah itu.
Arya Penangsang masih dapat mempertahankan hidupnya. Dengan sigap Arya
Penangsang segera meraih ususnya yang keluar kemudian melilitkannya pada keris
Kyai Setan Kober. Pertempuran hebat antara Arya Penangsang dan Sutawijaya pun
dilanjutkan.
Dengan kekuatan yang masih tersisa
Arya Penangsang berusaha untuk memenangkan pertempuran itu. Namun keemosian
yang tinggi menyebabkan Arya Penangsang kalah dengan sendirinya. Karena
terlanjur emosi dan berhasrat tinggi untuk segera membunuh Sutawijaya, Arya
Penangsang mengunus keris yang telah ia gunakan untuk melilitkan ususnya.
Sehingga, usus yang dililitkan ke keris itu pun hancur dan Arya Penangsang
meninggal pada waktu itu juga.
https://djengasih.com/blog/tanda-pasangan-terkena-serangan-pelet
Jeng Asih, Ratu
Pembuka Aura dari Gunung Muria
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989
- 08122908585https://djengasih.com/blog/tanda-pasangan-terkena-serangan-pelet